Monday, March 23, 2015

Kewajiban Negara, Kok Warga yang Diancam Pidana? ( Softskill PKN - Hak dan Kewajiban )

Hak adalah segala sesuatu yang harus di dapatkan oleh setiap orang yang telah ada sejak lahir bahkan sebelum lahir. Di dalam Kamus Bahasa Indonesia hak memiliki pengertian tentang sesuatu hal yang benar, milik, kepunyaan, kewenangan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu (karena telah ditentukan oleh undang-undang, aturan, dsb), kekuasaan yang benar atas sesuatu atau untuk menuntut sesuatu, derajat atau martabat. Sedangkan kewajiban adalah sesuatu yang wajib dilaksanakan, keharusan (sesuatu hal yang harus dilaksanakan).

JUMAT, 14 NOVEMBER 2014
Seharusnya cukup sanksi administratif

Keamanan dan keselamatan dalam memenuhi kebutuhan listrik adalah kewajiban negara. Ia menjadi hak warga negara untuk mendapatkan pemenuhan tenaga listrik. Apa jadinya jika kemudian warga disuruh membayar rasa aman itu kepada pihak lain, lalu mereka yang tak memenuhi standar keamanan listrik diancam dengan pidana penjara?


Inilah yang dinilai diskriminatif oleh dua ahli tata negara saat menguraikan kelemahan konstruksi Pasal 44 ayat (4) UU No. 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan. Aidil Fitriciada Azhari, dosen Universitas Muhammadiyah Surakarta, dan Febrin, dosen Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya Palembang, menilai Pasal itu bertentangan dengan konstitusi.


Betapa tidak, Pasal 44 ayat (4) tadi mewajibkan setiap instalasi tenaga listrik yang beroperasi wajib memiliki sertifikat laik operasi (SLO). Untuk mendapatkan SLO itu, mau tidak mau, warga masyarakat dikenakan pungutan. Dengan kata lain usaha instalasi tenaga listrik harus membayar kepada pihak ketiga yang mengeluarkan sertifikat itu agar ada jaminan keamanan instalasi listrik. Selama ini rincian biaya atau tarif pemeriksaan di Komite Nasional Kelamatan untuk Instalasi Listrik (Konsuil) dikenakan biaya berdasarkan Surat Direktur Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan No. 1738 Tahun 2013.


“Nalar hukum sumber kewenangan dari lingkup jabatan terhadap penetapan (biaya—red) jelas bersifat sepihak, dan hak rakyat tidak diletakkan kepada jabatan dan sumber wewenang yang tepat dan dibenarkan oleh hukum,” kata Febrian.


Selain dibebani kewajiban membayar agar dapat SLO, usaha instalasi listrik juga terancam pidana jika tak mendapatkan SLO. Pasal 54 ayat (1) Undang-Undang yang sama menyebutkan setiap orang yang mengoperasikan instalasi tenaga listrik tanpa sertifikat laik operasi sebagaimana dimaksud Pasal 44 ayat (4) dipidana dengan pidana maksimal 5 tahun penjara dan denda maksimal 500 juta rupiah.


Ancaman pidana inilah yang dikritik Aidul Fitriciada. “Jaminan keamanan dalam penggunaan tenaga listrik harus dipandang sebagai hak yang wajib dipenuhi Negara, dan bukan kewajiban yang memiliki akibat hukum pidana bagi yang tidak melakukannya,” kata pria bergelar doktor ilmu hukum itu.


Ia menunjuk norma dalam Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (International Covenan on Economic, Sosial, and Cultural Rights) yang sudah diratifikasi Indonesia. Di sini hak asasi untuk memperoleh perumahan yang layak adalah bagian dari hak untuk memperoleh standar hidup yang layak. Perumahan yang layak mencakup pula pemenuhan listrik.


“Pemenuhan atas perumahan yang layak, termasuk di dalamnya pemenuhan atas tenaga listrik, terkait dengan kewajiban negara, terutama pemerintah,” tegasnya.


Febrian berpendapat SLO masuk ranah hukum administratif. “Oleh karena itu, sanksi terhadap pelanggaran norma SLO adalah sanksi administratif, bukan sanksi pidana,” tegasnya.


Seorang warga negara Indonesia, Ibnu Kholdun, mempersoalkan UU Ketenagalistrikan ke Mahkamah Konstitusi. Febrian dan Aidul Fitriciada Azhari hadir sebagai ahli dalam pengujian ini. Ibnu menilai Pasal 44 ayat (4) adalah norma diskriminatif yang bertentangan dengan UUD 1945.


Ketua majelis panel perkara ini, Hamdan Zoelva, meminta agar Perkumpulan Perlindungan Instalasi Listrik Nasional (PPILN) dan Konsuil dihadirkan ke dalam sidang mendatang. Majelis ingin melihat akta perizinan lembaga ini.


ANALISA:
- Keamanan listrik yang tidak memenuhi standar diancam pidana penjara.
- Lemahnya konstruksi pasa 44 ayat(4) UU no. 30 tahun 2009 tentang ketenagaan listrik.
- Usaha instalasi listrik terancam pidana jika mendapat SLO.

PENDAPAT:
- Menurut saya hak kita sebagai warga negara ialah mendapatkan keamanan dan keselamatan dalam memenuhi tenaga listrik, namun dibalik itu kewajiban kita pun tidak luput dari membayar iuran atau biaya untuk tenaga listrik setiap bulannya, tetapi disini pemerintah kurang bertanggung jawab kepada warga negara nya dikarenakan kurangnya pengarahan kepada pengguna tenaga listrik, jadi bagaimana warga bisa merasa aman kalau adanya UU tentang pidana terhadap pengguna instalasi listrik tetapi tidak ada pengarahan atau pemberitahuan dari pemerintah.



Sumberhttp://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5465c8687915e/kewajiban-negara--kok-warga-yang-diancam-pidana

Post Comment

No comments:

Post a Comment